Kajati Jatim Orasi Ilmiah Literasi Digital Pencegahan Ujaran Kebencian pada Tahun Politik 2024

 

Kejari Jember – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr. Mia Amiati menyampaikan orasi ilmiah pada acara Dies Natalis ke-59 Fakultas Hukum Universitas Jember, Rabu 15 November 2023.

Orasi ilmiah yang berlangsung di auditorium Fakultas Hukum itu mengangkat judul “Literasi Digital dalam rangka Pencegahan Ujaran Kebencian pada Tahun Politik 2024.”

Kajati Jatim dalam orasinya mengajak semua orang untuk selalu menyampaikan perkataan yang baik, karena akan menghasilkan kebaikan.

“Kita harus mewaspadai bagaimana ketika kita berucap. Untuk para orang tua, kami ingatkan juga, setiap ucapan adalah doa. Mari mulai sekarang, kita ucapkan semua yang baik-baik saja. Sehingga tidak akan ada yang sifatnya kebencian. Setiap ucapan yang baik pasti akan menjadikan yang baik,” terang Kajati Jatim.

Kajati Jatim menerangkan, dunia telah berubah hingga semua orang mudah berkomunikasi hanya dengan sentuhan jari. Seperti media sosial yang sering digunakan oleh orang, yang terus meningkat dalam penggunaannya.

Perubahan itu menimbulkan efek, yang diantaranya adalah timbulnya perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan itu terjadi baik secara sadar maupun akibat tidak mengetahui hukum yang berlaku.

“Yang perlu diketahui, ada kekhususan dari Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Wilayah jangkauannya jauh lebih luas. Jika seseorang melakukan perbuatan di luar negeri, namun berdampak terhadap orang di wilayah hukum Indonesia, maka bisa memenuhi unsur UU ITE tersebut,” terang Kajati Jatim.

Perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, masih Kajati Jatim, adalah menyebarkan konten asusila, pencemaran nama baik, berita bohong/penipuan, terror online, judi online, pemerasan/pengancaman, ujaran kebencian, dan meretas akun orang lain.

Ujaran kebencian sebelum diberlakukan UU ITE telah diatur dalam KUHP serta diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dalam UU ITE, ujaran kebencian diatur dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (2).

“Ditinjau dari sudut pandang hukum, ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut,” terang Kajati Jatim.

Ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong.

“Pidana terhadap ujaran kebencian dilakukan karena tindakan itu bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial,” jelas Kajati Jatim.

Kajati Jatim menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang mengatur hak asasi penyampaian pendapat dari setiap orang. Namun, jika ucapan tersebut mengandung ujaran kebencian maka berubah menjadi masalah hukum.

Pada tahun politik saat ini, ujaran kebencian biasanya diarahkan untuk kampanye hitam (black campaign).

Isu agama, masih terang Kajati Jatim, merupakan isu sensitif di Indonesia yang bisa menyebabkan disintegrasi bangsa. Politisasi identitas, disinformasi, dan ujaran kebencian menjadi ancaman nonmiliter pada Pemilu 2024.

Kajati Jatim juga memberikan langkah sebagai upaya pencegahan agar tidak terbawa arus masalah hukum. Pertama, membaca berita dari situs yang terpecaya dan melakukan perbandingan dengan sumber lain.

Kedua, tidak sembarangan menyebarkan data pribadi maupun foto milik orang lain, dan tidak mengunggah informasi yang bersifat pribadi dan rahasia di ruang publik.

Ketiga, menghargai hasil karya orang lain dalam bentuk foto, tulisan, maupun video yang kemungkinan memiliki hak cipta.

Keempat, bijak memilih teman dan mudah menerima ajakan pertemanan atau pertemuan dari akun di media sosial.

Ketiga, gunakan tata bahasa yang baik saat menyampaikan pendapat di media sosial. Keempat, tingkatkan pemahaman terhadap ajaran agama masing-masing agar terhindar dari provokasi di media sosial, dan tidak tergiur iklan judi.

Kelima, segera adukan kr Kementerian Komunikasi dan Informatika atau kepolisian apabila menemukan konten asusila, berita hoaks, maupun ujaran kebencian.

“Kita perlu mengenal berbagai jenis tindak pidana dan ancaman pidana yang mengintip di balik aktivitas kita saat menggunakan media sosial dan berbagai platform e-commerce sehingga dapat terhindar dari jerat UU ITE baik sebagai pelaku maupun korban,” kata Kajati jatim Mia Amiati menutup orasi ilmiahnya. (din)

Bagikan Ke:

Related posts