Kejari Jember – Pembiayaan untuk program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL) menjadi topik penyuluhan hukum oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jember I Nyoman Sucitrawan, SH., MH., di Desa Suci, Kecamatan Panti, pada Kamis, 12 Mei 2022.
Penyuluhan itu sendiri diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Jember dengan tujuan untuk menyukseskan program PTSL tahun 2022 dengan sasaran 36.305 sertifikat.
Salah satu permasalahan yang ditekankan oleh Kajari Sucitrawan adalah soal pembiayaan. “Pembiayaan PTSL dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kecuali untuk pembiayaan persiapan,” ungkap Kajari Sucitrawan.
Pembiayaan persiapan tersebut dibebankan kepada masyarakat pemohon PTSL. Ini meliputi kegiatan penyiapan dokumen, kegiatan pengadaan patok dan materai, dan kegiatan operasional petugas desa.
Penyiapan dokumen itu meliputi pengadaan dokumen berupa surat pernyataan yang dibuat pemilik atau yang menguasai bidang tanah yang dimohonkan.
Dokumen itu diantaranya surat pernyataan tentang tidak adanya sengketa, riwayat pemilikan/penguasaan tanah, tanah yang dikuasai/dimiliki bukan merupakan tanah aset pemerintah, dan penguasaan tanah secara sporadik.
Untuk pengadaan patok lahan, jumlahnya tiga buah. Sedangkan materai minimal satu buah dengan nilai maerai sebesar. Rp. 10.000 yang akan digunakan sebagai pengesahan surat pernyataan.
Kegiatan operasional petugas desa yang mendapat pembiayaan meliputi biaya penggandaan dokumen pendukung, biaya pengangkutan dan pemasangan patok, transportasi petugas desa dari kantor desa ke Kantor Pertanahan Kabupaten dalam rangka perbaikan dokumen yang diperlukan.
“Besarnya biaya transportasi sesuai standar harga barang dan jasa pemerintah daerah yang berlaku,” ungkap Sucitrawan.
Lebih jauh Sucitrawan mengungkapkan bahwa biaya yang diperlukan untuk persiapan pelaksanaan kegiatan sebesar Rp. 150 ribu setiap pemohon. Ini sesuai SKB 3 Menteri Nomor : 25/SKB/V/2017, Nomor : 590-3167A tahun 2017, dan Nomor : 34 Tahun 2017.
Apabila biaya itu tidak mencukupi, besaran biaya dapat ditambah sesuai hasil kesepakatan musyawarah kelompok masyarakat pemohon PTSL. Semua dana untuk pembiayaan itu dikelola sendiri oleh kelompok masyarakat.
“Jadi hal itu bukan merupakan retribusi untuk pemerintah daerah maupun pungutan oleh pemerintah desa,” ujarnya.
Penambahan biaya itu, masih terang Sucitrawan, digunakan untuk kebutuhan tambahan patok batas tanah dan materai, belanja alat tulis kantor (ATK), makan dan minum selama pelaksanaan program PTSL, transportasi dari desa ke lokasi obyek PTSL dan sebaliknya, dan upah lembur.
“Besarnya biaya upah lembur berdasarkan kesepakatan kelompok masyarakat dan dituangkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB),” lanjutnya.
Sucitrawan pun mewanti-wanti agar tidak ada penarikan melebihi uang yang sdudah ditetapkan dalam musyawarah. Kalau melebihi termasuk pungutan liar yang dapat menimbulkan permasalahan hukum tindak pidana korupsi.
Untuk menentukan besaran biaya persiapan, ada mekanisme yang bisa dilaksanakan. Pertama, kelompok masyarakat melakukan musyawarah dan melibatkan masyarakat pemohon secara langsung,
Kedua, menentukan perkiraan jumlah kebutuhan barang dan jasa yang dibutuhkan sesuai kebutuhan kelompok masyarakat, yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Ketiga, menyekapati jumlah biaya yang harus ditanggung oleh setiap anggota kelompok masyarakat pemohon.
“Harus diingat, proses musyarawarah untuk menentukan besaran biaya harus dituangkan dalam berita acara musyawarah,” tegasnya.
Selain itu, penggunaan biaya persiapan PTSL dipertanggungjawabkan oleh pengurus kelompok masyarakat kepada seluruh anggotanya dan didukung dengan administrasi pencatatan keuangan.
“Pengumpulan biaya persiapan PTSL ini harus memperhatikan kepentingan kelompok masyarakat agar dapat terlayani dengan baik, bermanfaat bagi masyarakat, dan tercapainya program PTSL tepat waktu dan tepat sasaran,” ulasnya.
Selain dari kejaksaan, penyuluhan yang diikuti oleh pemohon PTSL itu juga menghadirkan narasumber lain dari BPN Kab. Jember, kepolisian maupun militer.
Sebagaimana diketahui, PTSL merupakan program nasional penyertifikatan tanah rakyat yang dijalankan oleh Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia. Bila terjadi permasalahan agak dilakukan musyawarah untuk mufakat dengan kepala dingin. (din)