Kejari Jember – Perdamaian dalam sebuah perkara hukum harus terjadi antara tersangka dengan korban.
Sedang aparat kejaksaan berada pada pihak yang memfasilitasi terjadinya perdamaian tersebut.
“Kami hanya perantara dan jalan menuju perdamaian itu,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jember I Nyoman Sucitrawan, SH., MH.
Terjadinya perdamaian antara tersangka dengan korban menjadi syarat untuk pelaksanaan hukum menggunakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Seperti terjadi pada perkara Firdausi Ruhya, perempuan yang berprofesi sebagai sopir dump truk pengangkut pasir.
Firdausi Ruhya tidak harus menjalani proses hukum di pengadilan setelah perkara yang membelitnya selesai dengan pendekatan keadilan restoratif yang dijalankan Kejaksaan Negeri Jember.
Sebelumnya, ia menjadi tersangka akibat tabrakan antara truk yang dikemudikannya dengan motor yang dikendarai oleh korbannya, Novi Fatmawati.
Peristiwa yang terjadi pada April 2022 itu mengakibatkan korban meninggal dunia. Firdausi Ruhya dinilai lalai dalam mengemudi saat menghindari lubang jalan.
Setelah melalui proses yang panjang, perdamaian akhirnya terjadi ketika perkara tersebut berada di tangan jaksa.
Suami korban telah memaafkan.
Firdausi Ruhya sendiri menjadi seorang ibu tunggal dengan delapan anak yang menyambung hidup sebagai seorang sopir truk pengangkut material bangunan.
Ia juga tidak pernah tersangkut perkara lain. Di mata masyarakat, tidak ada pandangan negatif kepada perempuan ini.
Kepala Kejari Jember menjelaskan, pimpinan Kejaksaan Agung telah menyetujui penghentian penuntutan berdasar pendekat keadilan restoratif sesuai Perja Nomor 15 tahun 2020.
Saat menerima putusan tersebut, perempuan 43 tahun asal Kecamatan Sumbersari tersebut menangis. (din)